Dihadapkan dengan angin yang mencekik.
Masih serupa, tapi tak sama.
Kali ini lebih pelik rasanya.
Air mata yang terkuras habis-habisan.
Menyisakan bibir yang teramat getir.
Jatuh sejatuh-jatuhnya.
Runtuh seruntuh-runtuhnya.
Langit yang sudah gelap pun semakin mencekat menyesakkan dada.
Hari-hari tak seperti biasanya.
Untuk merekahkan secuil senyuman pun tak dimampunya.
Kosong...
Hampa...
Begitu sulit menyembunyikan rupa yang nestapa itu.
Ingin terlelap pun tak bisa.
Topeng bermuka seribu itu lah andalannya.
Tersadar...
Tangan Tuhan Yang Agung sedang bekerja di sana.
Menarik hamba-Nya yang pilunya tak kunjung sirna.
Awal titik balik.
Titik bertumbuh.
Tersadar lagi...
Kau lupa, sudah melewati ribuan tantangan dan akhirnya bisa kau selesaikan.
Kau lupa, sudah seberapa jauh kaki yang goyah itu melangkah.
Kau lupa, sudah menjadi sosok yang lebih kuat.
Kau lupa, pertolongan Tuhan yang tiada henti.
Kau hanya lupa.
Sedih tak apa.
Tapi kau harus bangkit.
Harus tumbuh.
Titik terendah itu lah yang kadang membuat kita kembali pada-Nya.
Bangun untuk bertumbuh.
Bangun dan jangan salahkan dirimu lagi.
Bangun dan cintai dirimu lagi.
Inilah saat yang tepat untuk menjahit luka yang menganga itu.
Jelas tak akan sama.
Pasti masih menyisakan perih.
Tapi percayalah, engkau akan semakin membaik bersama jalannya waktu.
Peluk erat jiwa yang tak henti menyapa diri.
Peluk erat raga yang tak henti memperjuangkan diri.
Sayangi diri.
Pupuklah dengan sejuta asa.
Dan tumbuhlah bersama mekarnya bunga yang bersemi.
~NR05082024~
Komentar
Posting Komentar