Ikhlas Itu Susah

 


Pernah mengalami hati yang akhirnya tenang dan enteng setelah melepaskan suatu "hal" yang amat kita cintai atau sayangi? Itu namanya ikhlas. "Hal" di sini sangat luas cakupannya, bisa benda, manusia, atau pun kondisi.

Ikhlas paling mudah, rasanya hanya saat buang hajat. Selain itu, sedikit banyak pasti ada saja perasaan mengganjal yang membuat hati belum ikhlas sepenuhnya. Ya, ikhlas itu memang susah.

Pertanyaannya, mengapa ikhlas begitu susah sekali dicapai?

Ikhlas susah dicapai karena kita merasa memiliki. Seringkali kita langsung sedih dan kecewa ketika benda kita hilang. Sedih dan kecewa itu wajar, berlarut-larut dalam kesedihan lah yang seharusnya kita benahi. Ketika kita mendapati kondisi yang kurang menyenangkan, banyak dari kita yang sulit menerimanya. Mengapa? Karena kita memiliki rasa berhak untuk tidak mendapatkan kondisi yang tidak menyenangkan tersebut.

Ini bisa dikaitkan juga dengan keterikatan emosi yang menjadikan sesuatu atau seseorang dapat membuat kita sulit melepaskan dan menerima keadaan dengan ikhlas. Ekspektasi yang tidak terealisai pun menjadikan kita sulit ikhlas karena kita merasa pantas memiliki hasil pengharapan itu.

Meski susah, nyatanya ikhlas memang menjadi puncak ketenangan hidup. Sabar dan syukur pun didasari dengan ikhlas. Kita bisa sabar dan bersyukur karena kita bisa mengikhlaskan. Sabar dalam menghadapi ujian, artinya kita ikhlas menerima cobaan yang diberikan Allah, yakin bahwa di setiap ada ujian berarti Allah sedang ingin menaikkan level hidup kita di hadapan-Nya. Bersyukur atas segala nikmat Allah, baik kenikmatan kecil maupun besar, artinya kita sudah ikhlas menerima pemberian Allah.

Ikhlas artinyayakin dengan sepenuhnya kepada Allah. Bukan hanya yakin secara harfiah, namun yakin dari dalam hati, jiwa, dan raga, pun secara logika dan menyadari betul bahwa Allah Maha Berkehendak atas semua hal yang Dia kehendaki. Orang jawa banyak menyebutnya sebagai, "Manut kersaning Gusti".

Jadi, ikhlas sangat berkaitan dengan keyakinan pada Allah. Lagi-lagi, sifat ikhlas pun harus dilatih. Disadari atau tidak, Allah telah mengajarkan sifat ikhlas pada kita melalui penempaan berbagai macam ujian dan cobaan hidup yang silih berganti. 

Mengendalikan berbagai bentuk emosi juga merupakan salah satu bentuk berlatih keikhlasan, loh.
Emosi berkaitan dengan peristiwa. Kita menanggapi suatu peristiwa dengan sebuah, dua buah, atau banyak buah emosi. Ketika kita menerima perasaan bahagia, sedih, ragu, kecewa, gelisah, dan emosi lain dengan sadar, itu sudah termasuk latihan ikhlas, karena kita bisa menerima dengan sadar emosi-emosi yang Allah berikan pada kita. 

Mungkin awalnya akan sulit, sekali dan dua kali peristiwa ekstrem pun belum tentu bisa langsung menumbuhkan jiwa ikhlas pada diri kita. Oleh karena itu, Allah bagikan banyak cobaan dan ujian dalam hidup kita. Pertanyaan selanjutnya, mengapa kita harus terus berlatih ikhlas? Karena akan banyak kondisi yang pada akhirnya mengharuskan kita ikhlas, bahkan sampai akhir hayat kita. 

Kita adalah manusia yang mau tidak mau harus berinteraksi dengan manusia lain dan mahluk Allah lainnya sepanjang hayat. Interaksi menghasilkan berbagai macam kondisi yang 'ntah mengenakkan atau tidak. Agar hidup kita tenang dan terus berjalan dengan baik, kuncinya adalah dengan ikhlas. 

Perlu ditegaskan bahwa ikhlas bukan berarti hanya menerima keadaan kemudian tidak mengusahakan suatu kondisi menjadi lebih baik, ya. Dengan ikhlas menerima keadaan, artinya kita ridho dengan hal itu, kemudian kita berusaha menjadi lebih baik. Misalnya, kita tidak salah apa-apa namun tiba-tiba difitnah atau dijelek-jelekkan kolega, sehingga kita dimarahi atasan. Kalau sifat ikhlas tidak tertanam di dalam diri kita, pasti lah hal pertama yang kita lakukan marah-marah karena memang kita tidak salah apa pun, bukan? Nah, karena sifat ikhlas sudah terpatri dalam diri, hal pertama yang kita lakukan adalah menerimanya, tenang, tidak panik, dan gelisah karena memang benar adanya kita tidak bersalah. Pun akhirnya dimarahi atasan, kita terima dengan lapang, biarkan dia menyelesaikan amarahnya. Apabila sudah selesai dimarahi, kita coba jelasakan bahwa kita benar tidak melakukannya. Pun, jika berujung kita dipecat, ya sudah diterima saja, berarti Allah sedang menyelamatkan kita dari lingkungan kerja yang tidak baik dan dipilihkan yang lebih baik setelah itu. Di sisi lain, mungkin ini peringatan dari Allah agar kita lebih banyak bermuhasabah agar lebih banyak pula membenahi diri kita.

Rasa ikhlas berlanjut menumbuhkan jiwa penggali hikmah. Ada kondisi X kita terima dengan ikhlas dan berpikir bahwa itu yang terbaik dari Allah dan pasti ada hal baik yang akan datang. Ikhlas berkaitan dengan rasa kepemilikan. Maka hilangkan dan lepaskan keterikatan atas kepemilikan itu. Sejatinya kita tidak memiliki apa-apa, termasuk jiwa raga kita sendiri.

"Allah bersama prasangka kita". Bila kita ikhlas menerima keadaan, kemudian kita berpikir positif terhadap hal yang terjadi, tentunya membuat hati lebih tenang, bukan? Meskipun sebenarnya keadaan yang terjadi memang kurang menyenangkan. Dari pada kita menerimanya dengan uring-uringan dan berpikir negatif, berujung hati kita tidak tenang, dan hal buruk benar-benar terjadi karena diri kita menjadi grusa-grusu.

Manfaat ikhlas sangat banyak. Dari sifat ikhlas, kita bisa menumbuhkan sikap yakin, sabar, syukur, berpikir positif, tenang, lebih bahagia, pengendalian emosi, melepas keterikatan, dan masih banyak lagi yang tentunya justru membuat hidup kita lebih mudah.

Sekali lagi, mencapai jiwa ikhlas memang tidak mudah atau bisa dibilang susah. Naik tangga itu susah, tapi artinya kita berada di posisi yang lebih tinggi dari sebelumnya. Naik level. Sedangkan turun tangga itu mudah, itu lah mengapa berbuat kemaksiatan lebih mudah dari pada menghindarinya. Dan itu lah mengapa disebut "Naik surga, jatuh ke neraka".

Bismillah. Mari meminta pertolongan Allah agar jiwa dan hati kita diberikan kelembutan untuk mau belajar ikhlas menerima segala hal yang terjadi dalam hidup ini. Semoga Allah ridhoi dan berkahi setiap langkah kita.

Semoga bermanfaat.

~NR14012025

Komentar